Jumat, 18 November 2011

PEMUKIMAN PADAT PENDUDUK



I.          LATAR BELAKANG
Kota besar masih menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat Indonesia. Perkembangan kota besar yang merupakan sentra dari kegiatan ekonomi menjadi daya tarik bagi masyarakat yang dapat membawa pengaruh bagi tingginya arus tenaga kerja baik dari dalam kota itu sendiri maupun dari luar wilayah kota, sehingga menyebabkan pula tingginya arus urbanisasi. Masalah utama yang selalu mengiringi perkembangan perkotaan adalah kepadatan penduduk. Urbanisasi telah menyebabkan ledakan jumlah penduduk kota yang sangat pesat, yang salah satu implikasinya adalah terjadinya penggumpalan tenaga kerja di kota-kota besar di Indonesia. Banyaknya penduduk yang memilih menetap di kota besar menyebabkan semakin banyaknya tumbuh pemukiman-pemukiman baru baik itu legal maupun illegal. Di dalam pemukiman padat penduduk akan banyak dijumpai rumah-rumah yang tidak layak huni. Di kota besar seperti Jakarta dan kota-kota besar lainnya akan banyak dijumpai pemukiman-pemukiman padat yang tidak teratur. Salah satu contoh pemukiman padat penduduk yaitu Tambora, Jakarta Barat. Kawasan Tambora merupakan kawasan terpadat di Asia Tenggara, dalam satu hektar saja ada 737 jiwa yang tinggal di tempat ini (http://megapolitan.kompas.com/read/2010/03 /20/03235766/Tambora.Kawasan.Membara.Jakarta. diakses pada tanggal 15 juni 2011).
Berbagai masalah dapat timbul dari dalam pemukiman yang padat penduduk ini seperti sampah, banjir, kekurangan air bersih, dan yang paling buruk adalah kebakaran. Dari data yang diperoleh dari Dinas Damkar PB, dalam periode 1 Januari hingga 31 Mei 2011 telah terjadi 304 kali kasus kebakaran di lima wilayah DKI (http://megapolitan.kompas.com/read/2011/06/01/17410261/ Jakbar.dan.Jaksel.Paling.Rawan.Kebakaran. diakses pada tanggal 15 Juni 2011). Sebagian besar kasus kebakaran ini terjadi dipemukiman padat penduduk. Selain dampak secara fisik, pemukiman yang padat ini juga berdampak secara psikologis terhadap warga yang bertempat tinggal dilokasi tersebut. Yang paling jelas adalah tingginya tingkat agresivitas pada penduduk yang tinggal dikawasan padat penduduk, sehingga sering terjadi peristiwa tawuran antar kampung. Permasalahan pemukiman ini semakin diperparah oleh kondisi warganya yang sebagian besar tidak memiliki pekerjaan yang layak dan kemampuan ekonomi yang cukup rendah.
Semakin lama permasalahan tentang pemukiman padat penduduk ini semakin kompleks. Semakin banyaknya populasi manusia dan kurangnya perhatian dari pihak-pihak terkait menjadikan masalah ini semakin berlarut-larut.  

II.       PEMBAHASAN
PEMUKIMAN
Rumah atau tempat tinggal sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi manusia. Menurut Undang-undang No. 4 tahun 1992 rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah mempunyai arti yang lebih penting dari sekedar tempat berlindung. Rumah juga memberi arti dan identitas hidup kita, seperti tempat membangun hubungan sosial, tempat melakukan segala aktivitas, event, dan memberi banyak kenangan pada kehidupan seseorang. Semua itu berkontribusi dalam membentuk ikatan psikologis atau psychological bonding dengan lingkungan tersebut. Ikatan ini dapat lebih luas dari ikatan rumah tangga, tapi juga bisa ke tetangga. Lingkungan psikologis ini merujuk ke attachment to place.
Ketika kita membicarakan rumah tentunya tidak lepas dari lingkungan yang ada disekitarnya. Bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung (kota dan desa) yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan disebut sebagai pemukiman (UU No. 4 tahun 1992). Cakupan dalam pemukiman ini lebih luas daripada rumah secara yang berdiri sendiri, tetapi melibatkan rumah-rumah yang ada disekitarnya. Pola dari suatu pemukiman akan banyak berpengaruh terhadap individu-individu yang tinggal di dalamnya. selain karena faktor kepadatan manusia dan interaksi dengan orang lain, bentuk bangunan yang ada disekitarnya juga juga memiliki pengaruh terhadap kondisi psikologis bagi seseorang.
Suatu pemukiman selalu memiliki karakteristik sendiri-sendiri, begitu juga dengan pemukiman padat yang ada di kota besar. Pemukiman padat penduduk diperkotaan sering dikatakan sebagai kampung perkotaan. Kampung kota adalah suatu bentuk permukiman di wilayah perkotaan yang khas Indonesia. Selain karena kepadatan penduduknya tentunya masih banyak karakteristik lain dari kampong kota ini, antara lain:
a.       Penduduk masih membawa sifat dan perilaku kehidupan pedesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat.
b.      Kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak beraturan.
c.       Kerapatan bangunan dan penduduk tinggi.
d.      Sarana pelayanan dasar serba kurang, seperti air bersih, saliran air limbah dan air hujan, pembuangan sampah dan lainnya.
Pertumbuhan kawasan pemukian padat ini semakin lama semakin meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan kondisi perekonomian. Berbagai masalah turut muncul bersamaan dengan meningkatnya pemukiman padat ini. Dalam perkembangannya perumahan permukiman di pusat kota ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Perkembangan perumahan permukiman (development of human settlement) ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
-          Growth of density (Pertambahan jumlah penduduk)
Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk yaitu dari kelahiran dan adanya pertambahan jumlah keluarga, maka akan membawa masalah baru. Secara manusiawi mereka ingin menempati rumah milik mereka sendiri. Dengan demikian semakin bertambahlah jumlah hunian yang ada di kawasan permukiman tersebut yang menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman.
-          Urbanization (Urbanisasi)
Dengan adanya daya tarik pusat kota maka akan menyebabkan arus migrasi desa ke kota maupun dari luar kota ke pusat kota. Kaum urbanis yang bekerja di pusat kota ataupun masyarakat yang membuka usaha di pusat kota, tentu saja memilih untuk tinggal di permukiman di sekitar kaeasan pusat kota (down town). Hal ini juga akan menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman di kawasan pusat kota.
Kondisi perekonomian memang menjadi daya tarik utama pada kota-kota besar. Selain ekonomi kota besar juga masih menyimpan daya tarik lainnya seperti fasilitas yang lengkap dan gaya hidup masyarakat kota. Namun ketertarikan terhadap perkotaan ini sering tidak dibarengi dengan kemampuan untuk untuk bersaing mendapatkan penghidupan yang lebih baik, dan yang terjadi hanyalah penumpukan manusia pada kawasan-kawasan tertentu.

PEMUKIMAN PADAT PENDUDUK DAN PERILAKU MANUSIA
Tinggal di pemukiman padat penduduk bukan merupakan pilihan bagi mayoritas warganya, namun dikarenakan oleh keadaan yang memaksa mereka untuk bertempat tinggal di pemukiman yang padat penduduk. Berbagai konsekuensi harus siap dihadapi oleh warga yang tinggal di pemukiman padat padat ini seperti kebakaran, kotoran, sampai penyakit menular. Selain itu akibat secara psikologis juga banyak dirasakan oleh warga yang tinggal di dalamnya seperti stress dan agrestivitas. Lingkungan memberikan pengaruh besar terhadap terbentuknya perilaku.
Kondisi pemukiman yang layak sangat menentukan kepuasan terhadap tempat tinggal. Tidak tersedianya tempat untuk bekerja, ruangannya terlalu luas, lingkungannya terlalu berisik, perabotan rumah yang tidak memadai, karakteristik tetangga sekitar dan kondisi-kondisi lainnya merupakan sesuatu yang bisa menimbulkan masalah. jadi tidak hanya faktor fisik saja yang penting bagi kepuasan pemilihan perumahan, tetapi faktor psikologis juga memiliki pengaruh yang cukup besar.
Kondisi pemukiman yang padat ini dapat memicu perilaku negatif. Hal ini disebabkan karena kepadatan tinggi dipandang sebagai keadaan fisik yang melibatkan ketidaknyamanan potensi (kehilangan kendali, overload stimulus, kurangnya kebebasan perilaku, sumber daya dan privasi.). Stokols (1976) berhasil mengidentifikasi tiga perspektif konseptual, yaitu overload, behavior constraint, dan pendekatan ekologis.
·         Overload adalah konsep yang mengidentifikasi bahwa kepadatan tinggi menyebabkan input pada sensori terlalu banyak. Hal tersebut menyebabkan seseorang tidak mampu mengatasinya sehingga konsekuensi negatif akan muncul.
·          Behavior constraint melihat kepadatan sebagai pemicu turunnya kebebasan berperilaku. Perilaku negatif tidak serta merta muncul, tergantung apa yang ingin kita lakukan dan apakah kepadatan lantas membatasi kita atau tidak.
·         Pendekatan ekologis lebih menekankan pada terbatasnya sumber daya dalam kepadatan tinggi sehingga menimbulkan konsekuensi negatif. Sumber daya dapat diartikan luas, bisa material maupun peran.

Privasi dan Personal Space
Ada juga penjelasan dari Altman (1975) yang mengeluarkan model privacy regulation. Menurutnya, kepadatan tinggi memiliki efek yang buruk ketika masalah muncul dalam pencapaian privasi yang ingin diraih. Ketika seseorang tidak lagi menginginkan privasi, kontrol dari lingkungan sosial tidak lagi terlalu efektif, dan orang tersebut tidak bisa meregulasi tingkat interaksinya dengan orang lain. Situasi semacam ini yang mungkin akan menimbulkan konsekuensi negatif pada kepadatan tinggi.
Pemukiman padat ini juga menyebabkan jarak antar individu secara fisik sangat dekat, dan hal ini akan perngaruh terhadap area personal yang pada masing-masing idnvidu. Menurut Altman (1975) personal space merupakan batas untuk mencapai tingkat privasi pribadi dan kelompok yang diinginkan. Ketika seorang atau kelompok tidak mungkin meregulasi batas-batas tersebut, sehingga privasi akan mencapai tingkat yang diinginkan, Jika hal ini tidak dapat terpenuhi maka akan menjadi efek yang negatif. Penelitian mengenai personal space mengatakan bahwa ketika suatu interaksi sedang berlangsung pada jarak yang tidak pas, maka akan terjadi penurunan interaksi, penarikan kesimpulan negatif serta perilaku kompensatori. Jarak yang terlalu dekat akan dipersepsi sebagai suatu invasi terhadap personal space.

Stress dan Kontrol
Stress merupakan masalah umum yang banyak terjadi pada pemukiman padat. Lingkungan dapat menjadi stressor eksternal bagi individu ketika sesorang tidak mampu mengelola stimulus yang menjadi berpotensi menjadi stressor. Kepadatan yang tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan, 1982). Stressor lingkungan merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit, atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kepadatan tinggi dapat menyebabkan seseorang hilang kontrol yang kemudian disimpulkan bahwa kepadatan tinggi dapat menimbulkan stress. Ketika kita percaya bahwa kita dapat mengontrol stressor yang hadir, maka kemungkinan stress akan menurun. Begitu pun sebaliknya, ketidakmampuan mengontrol dapat menyebabkan stress. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kepadatan tinggi dapat menyebabkan seseorang hilang kontrol yang kemudian disimpulkan bahwa kepadatan tinggi dapat menimbulkan stress.
Hubungan antara tingkat kepadatan yang tinggi dan kehilangan kontrol memiliki dua sisi. Pertama, digunakan untuk manipulasi kontrol personal dan untuk melihat apakah hal ini memiliki pengaruh terhadap pengalaman pada situasi kepadatan tinggi. Rodin (1976) melakukan penelitian untuk melihat apakah orang yang tinggal di lingkungan padat dapat diasosiasikan dengan perilaku helplessness atau tidak. Learned helplessness adalah sindrom yang dialami ketika seseorang dipapar pada keadaan yang tidak terkontrol sehingga membuat belajar bahwa mereka tidak dapat mengontrol situasi sehingga lebih baik menyerah (Seligman, 1975). Hal ini menyebabkan turunnya motivasi dan aktivitas kognitif. Rodin kemudian menemukan bahwa simtom helplessness ini muncul dan diasosiasikan dengan kepadatan lingkungan rumah mereka. Baum, Aiello, dan Calesnick (1978) dan Baum dan Gatchel (1981) melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa orang-orang yang tinggal di lingkungan yang padat melepaskan kepercayaan bahwa mereka mampu mengontrol lingkungan mereka. Perilaku ini kemudian diasosiasikan dengan perilaku helplessness tadi.

Perilaku Sosial
Ketika berbicara masalah pemukiman tentunya tidak dapat dilepaskan dari interaksi antar warga yang ada didalamnya. Manusia merupakan makhluk social yang tidak bisa lepas dari kebaradaan manusia lain. berbagai situasi dapat mempengaruhi perilaku social manusia, termasuk juga pola pemukiman yang padat. Kepadatan penduduk juga akan berhubungan dengan interaksi antara warga satu dengan yang lain. Efek kepadatan terhadap perilaku social ini antara  lain yaitu:
        Perilaku Prososial
Kepadatan bangunan memengaruhi seseorang untuk menunjukkan perilaku membantu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin padat kondisi bangunan, maka semakin rendah bantuan yang diberikan.
        Agresi
Berbagai penelitian mencoba mengidentifikasi pengaruh kepadatan bangunan dengan tingkat agresivitas. Mereka mencoba melihatnya pada anak-anak. Sebagian penelitian menyatakan bahwa meningkatnya kepadatan akan meningkatkan agresivitas (Aiello dkk., 1979; Ginsburg dkk., 1977), sebagian yang lain menyatakan sebaliknya (Loo, 1972), dan ada pula yang menyatakan tidak ada pengaruhnya (Price, 1971). Penelitian selanjutnya yang dilakukan Rohe dan Patterson (1974) menunjukkan bahwa agresivitas akan meningkat dalam kepadatan tinggi ketika ada kelangkaan sumber daya, dalam hal ini jumlah mainan yang lebih sedikit dibanding jumlah anak. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan Stokols dkk. (1973) dan Freedman dkk (1972) menunjukkan bahwa tingkat agresivitas laki-laki naik di ruang kecil yang diperkirakan akan padat. Dengan demikian, sesungguhnya yang menaikkan tingkat agresivitas lebih pada ruang (space) dan sumber daya yang berkaitan dengan permasalahan yang ada, bukan pada kepadatan atau banyaknya orang. Penelitian mengenai hubungan antara kepadatan dan tingkat agresivitas pada orang dewasa dilakukan di laboratorium dan dalam waktu yang hanya sebentar sehingga dianggap kurang bisa menjelaskan kenyataan
Konsep-konsep tentang personal space, crowding dan privacy memang tidak bisa lepas dari lingkungan pemukiman. Namun dampak pemukiman padat terhadap ketiga konsep tersebut tidak berlaku secara mutlak, tetapi melibatkan karekteristik individu, situasi dan kondisi social.

DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN
Selain membahas tentang pengaruh terhadap perilaku manusia, hal yang tidak kalah penting lainnya yaitu tentang dampak dari pemukiman padat terhadap kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang terjadi juga merupakan efek dari perilaku manusia. Kurangnya penataan pemukiman akan menyebabkan perhatian terhadap kelestarian alam terabaikan. Berikut ini beberapa dampak pemukiman padat terhadap lingkungan.
1.      Kebutuhan air bersih. Air merupakan kebutuhan mutlak makhluk hidup. Akan tetapi, air yang dibutuhkan adalah air bersih. Jika suatu daerah populasinya padat, maka kebutuhan akan air bersih pun juga padat.
2.      Kebutuhan udara bersih. Setiap manusia membutuhkan oksigen untuk bernapas. Di daerah yang penduduknya banyak maka kebutuhan udara bersih juga meningkat. Bila udara bersih disuatu lingkungan padat penduduk tidak terpenuhi maka dapat menurunkan tingkat kesehatan penduduknya.
3.       Berkurangnya ketersediaan lahan. Peningkatan populasi manusia manusia atau meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan tingkat kepadatan semakin tinggi. Kepadatan penduduk dapat mengakibatkan tanah pertanian semakin berkurang karena digunakan untuk pemukiman penduduk.
4.      Kerusakan lingkungan. Hal ini disebabkan karena alih fungsi beberapa kawasan menjadi pemukiman dan mengorbankan daerah terbuka hijau dan resapan air.
5.      Pencemaran lingkungan. Di daerah lingkungan yang padat penduduk, sampah rumah tangga juga banyak. Karena terbatasnya tempat penampungan sampah, sering kali sampah dibuang dibuang ditempat yang tidak semestinya. Sampah rumah tangga yang umumnya sampah organik dan anorganik bila masuk ke perairan seperti sungai menyebabkan pencemaran.
Penduduk yang tinggal dipemukiman padat yang mayoritas berkemampuan ekonomi menengah kebawah ini memang masih memiliki kesadaran yang sangat kurang terhadap kelestarian lingkungan. Kurangnya kesadaran dan perhatian pemerintah juga menyebabkan kerusakan ini terus terjadi.

III.    KESIMPULAN
Dari pembahasan tentang pemukiman padat penduduk ini, dapat disimpulkan bahwa pemukiman padat memiliki potensi efek negatif yang cukup besar terhadap warga yang tinggal didalamnya. Efek yang ditimbulkan dapat secara fisik maupun psikologis. Tetapi timbulnya efek negative ini juga dipengaruhi oleh karakteristik individu, situasi dan pengaruh social.
Pemukiman padat penduduk ini memang sangat identik dengan situasi crowding. Perilaku manusia yang disebabkan kepadatan ini bergantung pada situasi. Mengenai pengaruhnya pada perasaan tertentu, kepadatan tinggi ini dapat menyebabkan dampak negatif (terutama pada pria) dan gairah fisiologis yang lebih tinggi. Ada juga beberapa bukti yang terkait dengan penyakit. Sedangkan pada perilaku sosial kepadatan yang tinggi dapat menurunkan perilaku prososial dan dapat meningkatkan agresivitas. Kemampuan adaptasi lingkungan menjadi sangat penting karena mempengaruhi respon individu terhadap lingkungan.
Dampak kerusakan lingkungan juga sangat terasa dengan tumbuhnya pemukiman padat ini. Hal ini sangat disebabkan pembangunan pemukiman yang sangat tidak memperhatikan aspek-aspek ramah lingkungan. Mengenai hal ini, penataan pemukiman dan perubahan perilaku sangat diperlukan untuk menekan dampak kerusakan lingkungan yang terjadi.
Permasalahan pemukiman ini akan masih terus berlanjut karena minimnya perhatian pemerintah dan juga kurangnya kesadaran warga masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Selain itu pertumbuhan ekonomi yang tidak merata juga memicu tumbuhnya pemukiman-pemukiman padat ini.





DAFTAR PUSTAKA
Bell, P. A. 1996. Environmental Psychology. Orlando: Harcourt.

Veitch, Russell & Arklein, Daniel. 1995. Environmental psychology: an interdisciplinary perspective. New Jersey : Prentice-Hall,Inc.

(http://megapolitan.kompas.com/read/2010/03/20/03235766/Tambora.Kawasan.Membara.Jakarta. diakses pada tanggal 15 januari 2011).

(http://megapolitan.kompas.com/read/2011/06/01/17410261/Jakbar.dan.Jaksel.Paling.Rawan.Kebakaran. diakses pada tanggal 15 Juni 2011).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar