Jumat, 18 November 2011

Suporter Sepakbola dan Agresivitas Masyarakat


Sepakbola sudah menjadi olahraga yang sangat digemari dan dicintai bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dan dunia. Hampir setiap wilayah di Indonesia memiliki tim sepakbola baik yang professional maupun tidak. Klub-klub sepakbola ini sudah menjadi Identitas bagi masyarakat suatu daerah dan menjadi kebanggaan bagi mereka.
Berbicara mengenai sepakbola berarti berbicara mengenai banyak orang yang terlibat di dalamnya, termasuk suporter sepakbola itu sendiri. Suporter tidak bisa dilepaskan dari sepakbola, dari kompetisi kecil sampai pada kompetisi tingkat dunia dan dari level klub sampai dengan tim nasional peran suporter selalu diharapkan dapat membuat pertandingan semakin meriah. Suporter sendiri merupakan bentuk eksistensi dari masyarakat, yang mempunyai sebuah bentuk kebanggaan serta kencintaan terhadap tim sepakbola. Hal ini yang yang membuat fanatisme suporter timbul. Mereka akan sangat senang jika tim mereka menang namun bisa sangat marah jika yang terjadi sebaliknya. Dalam sebah kompetisi besar, puluhan ribu suporter dapat hadir dalam sebuah stadion untuk mendukung tim kesayangannya. Salah satu contohnya adalah dalam final piala AFF, laga Indonesia versus Malaysia di stadion SUGBK disaksikan langsung oleh penonton yang mencapai 70.000 orang. Contoh lainnya adalah penonton laga kandang arema mencapai rata-rata sebanyak 21.724 penonton tiap pertandingan (http://aremakita.blogspot.com/, 2011).
Setiap tim selalu memiliki kelompok suporter sendiri-sendiri. Persebaya memiliki bonek, arema memiliki arema, persija memiliki the jak, bandung memiliki Viking, dan masih banyak tim-tim lain beserta kelompok suporternya. Tiap kelompok suporter ini membentuk sebuah ikatan yang terorganisasi dimana ribuan orang suporter mengambil bagian didalamnya. Tujuan dari suporter ini hanya satu, yaitu mendukung tim kesayangan mereka. Untuk menunjukkan loyalitas terhadap tim yang didukungnya berbagai hal dilakukan mereka, dari membeli atribut-atribut yang berhubungan dengan timnya sampai mendampingi kemanapun timnya berlaga tandang. Mereka berusaha selalu mendukung dan menjaga kehormatan timnya dengan segala cara.
Massa yang besar dan kecintaan terhadap tim ini menjadi sebuah kekuatan bagi sebuah klub sepakbola. Ekspresi kecintaan suporter ini tidak jarang berujung pada tindakan-tindakan yang bisa dikatakan negatif seperti mengeluarkan kata-kata kasar, dan tawuran missal antar suporter. Kekerasan suporter ini sudah menjadi barang biasa dalam sepakbola di Indonesia, walaupun peraturan internasional mengenai administrasi penyelenggaraan sepakbola yang aman dan nyaman telah dirancang dan disahkan oleh FIFA sebagai induk sepakbola se-dunia, namun kenyataannya kebrutalan dan kekerasan sulit dipisahkan dari sepakbola. Salah satu contoh kekerasan yang terjadi pada awal tahun 2011 dimana Ratusan suporter Persita Tangerang, Persikota Tangerang dan Persebaya 1927, terlibat tawuran dengan warga Buaran, Kota Tangerang, yang dikenal sebagai suporter Persija Jakarta (http://metrotvnews.com/, 2011). Sementara itu korban jiwa juga tidak luput dari aksi suporter ini, seperti yang dialami bonekmania dalam perjalanannya ke bandung untuk menyaksikan laga Persebaya dan persib dimana satu bonek tewas terjatuh dari KA Pasundan, seorang bonek yang belum diketahui identitasnya juga terjatuh tersangkut kabel di Karangnyar, sementara 2 bonek lainnya jatuh di Solo karena dilempari para suporter Persis Solo (Pasoepati) (http://surabaya.detik.com, 2011). Hampir dalam pertandingan-pertandingan sepakbola kekerasan ini selalu terjadi, dari konflik antar Individu sampai antar suporter yang melibatkan massa yang besar. Bahkan dalam beberapa kelompok suporter, permusuhan ini terjadi secara turun temurun dan tidak terjadi secara insidental, sebagai contoh permusuhan antara bonek dan arema, kedua kelompok suporter ini sudah bertikai sejak tahun 1980an dan berlangsung sampai sekarang. Konflik tidak hanya terjadi ketika kedua kelompok suporter bertemu di dalam stadion, tetapi juga diluar itu juga seperti dijalanan ketika salah satu kelompok suporter melintas didaerahnya suporter lawan seperti yang dialami bonek. Dampak yang ditimbulkan dari kekerasan suporter ini sangat nyata. Berbagai kerusakan fasilitas dan keamanan warga menjadi taruhannya. Warga yang tidak terlibat dalam konflik antar suporter ini merupakan korban utamanya, tidak jarang mereka menjadi korban dari aksi kekerasan ini.
Aksi-aksi suporter yang semacam ini memang sulit untuk dihilangkan. Tetapi hal ini bukan tidak mungkin, bila melihat Negara lain, mereka bisa duduk berdampingan antar suporter tanpa adanya kekerasan. Memang untuk mengatur massa ribuan orang dalam suatu tempat adalah hal yang sulit. Kondisi-kondisi dalam sepakbola memang rentan menyulut agresivitas. Agresi merupakan perilaku yang diarahkan ke tujuan menyakiti makhluk hidup lain (Baron, 1998). Sedikit provokasi yang muncul bisa sangat mudah menyulut agresivitas orang-orang yang ada disekitarnya. Provokasi merupakan tindakan orang lain yang cenderung memicu agresi pada penerimanya, seringkali karena tindakan itu dipersepsi dilatarbelakangi oleh intensi yang mengandung kebencian (Baron, 1998). Provokasi ini dapat kita lihat dimana-mana, mulai dari nyanyian yang bernada merendahkan kelompok suporter lain sampai pada coretan-coretan pada fasilitas umum. Penonton atau suporter yang dalam keadaan deindividuasi, yaitu situasi yang ditandai dengan hilangnya kesadaran diri (self awareness) dan rasa tanggung jawab, akan mengakibatkan hilangnya kendali, maka penonton akan memperlihatkan responnya terhadap tekanan yang meningkat, oleh karena itu penonton akan melakukan tindakan yang destruktif.
Fanatisme suporter terhadap tim sepakbola mereka menjadi salah satu faktor seringnya terjadi konflik antar suporter ini. Fanatisme yang berlebihan dari suporter dalam mendukung kesebelasan yang disayanginya kandangkala berubah menjadi kerusuhan (anarkisme) dengan merusak berbagai fasilitas stadion maupun fasilitas umum di sekitar stadion. Setiap tim dan suporter pasti mempunyai impian untuk berjaya dan mampu menjadi jawara. Namun tidak selamanya jalan itu mulus. Kekalahan tim sepakbola dan buruknya permainan tim menjadi faktor yang membuat mereka kesal dan frustrasi. Menurut berkowitz (1995), frustrasi menyebabkan sikap siaga untuk bertindak secara agresif karena kemunculan kemarahan yang disebabkan oleh frustasi itu sendiri. Apakah individu bertindak secara agresif maupun tidak tergantung dari kehadiran isyarat agresif (agressive cue) yang memicu kejadian aktual agresi tersebut. Begitupula tim sepakbola, tanpa adanya suporter serasa sayur tanpa garam. dua peran antara suporter dan tim ini seharusnya saling menguntungkan. Tim membutuhkan semangat, dukungan  dan motivasi sedangkan suporter butuh kemenangan. Dalam mensikapi hal-hal seperti ini memang sangat diperlukan kedewasaan dari suporter untuk menciptakan kondisi yang aman dan nyaman. Tindakan-tindakan anarkis yang dilakukan suporter ini tidak hanya merugikan dirinya dan orang lain, tetapi terhadap tim yang dicintainya juga karena akan berbuah sanksi.
Supporter memang sudah menjadi bagian dari sepakbola, dan hal ini sudah seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Jumlah supporter yang sangat banyak harus dapat dikelola agar dapat menguntungkan klub sepakbola itu sendiri. Ketika ribuan orang berkumpul dalam satu tempat potensi keributan itu selalu ada. Maka dari itu esensi sepakbola harus dikembalikan sebagai sebuah permainan dan menjunjung tinggi sportivitas. Aturan-aturan fair play harus benar-benar ditegakkan agar tercipta keharmonisan di dalam maupun luar lapangan. 


Daftar Pustaka
Baron, R.A. & Byrne, D.E. 1998. Social psychology: understanding human interaction. Boston, MA: Allyn & Bacon.

Berkowitz, Leonard. 1995. Agresi I: sebab dan akibatnya. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar