Jumat, 18 November 2011

“papua” juga di Indonesia


Sepintas ketika mendengar propinsi yang ada di ujung timur Indonesia itu yang terlintas dalam pikiran adalah tertinggal, konflik dan SDM yang kurang berkembang. Ya memang itulah kenyataannya, meskipun ada sebagian kecil yang tidak seperti itu. Tetapi apakah mereka menginginkan keadaan itu? Jelaskanlah tidak.
Papua punya segalanya. Apa sih yang yang tidak ada dipapua?? Segalanya ada disana, laut dan gunung yang indah, hutan yang masih perawan, dan mineral yang hamper tidak ada batasnya. Harusnya dengan segala kekayaannya itu mereka bias hidup makmur, tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Kekayaan mereka memang dieksploitasi, tetapi bukan untuk mereka.
“Ingin merdeka”. Kata ini memang terdengar menakutkan dan menjadi musuh utama kesatuan bangsa. Tetapi ini menurut saya sangat masuk akak. Mereka yang katanya ingin merdeka diperangi, tetapi sesungguhnya kita tidak tau maksud dari itu semua. Papua adalah bagian dari Negara kita, tetapi mereka tidak pernah merasakan manfaatnya dan justru yang terjadi adalah sebaliknya. Kita ingin sekolah tinggal memilih, tetapi mereka tidak tau dimana mereka ingin sekolah. Kita ingin pergi kendaraan dimana-mana, sedangkan mereka akses jalanpun tidak ada. Yang jelas mereka sangat sangat terpinggirkan, jauh dari fasilitas dan pembangunan. Jadi buat apa mereka menjadi Indonesia? Apakah hanya untuk dieksploitasi tanpa pernah disejahterakan. Ya tapi itulah kenyataan yang terjadi.
Negara kita sibuk menghabiskan uang APBN untuk olahraga, membangun stadion, membangun kemegahan di Ibukota yang tujuan utamanya adalah harga diri dan membuat Negara lain terkesima. Tapi coba kita tinggalkan sejenak kemewahan dan kemegahan ibukota dan pulau jawa, lalu kita tengok ujung timur Indonesia. Mereka tidak pernah merasakan kemewahan itu, yang mereka butuhkan fasilitas sederhana seperti jalan, rumah sakit dan sekolah. Ketika Negara menuntut pendidikan berbasis IT, banyak rakyat papua yang belum mengenal listrik. Ketika kita bisa melihat dunia dari dala kamar kita, mereka untuk tahu kampong tetangga saja harus berjalan kaki dengan waktu yang lama.
Sampai kapan ketidakadilan ini akan terjadi?? Saya tidak tahu kapan, karena saya bukan siapa-siapa. Tetapi harapan akan selalu ada.
 Tulisan ini hanya refleksi dari pikiran saya tanpa bermaksud merendahkan atau memprovokasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar